Jumat, 15 Juni 2012

Petunjuk-Petunjuk Praktis ke dalam Jñana Yoga ………. ( 1 )


Print E-mail
Petunjuk-Petunjuk Praktis
ke dalam Jñana Yoga  ………. ( 1 )
Oleh: Sri Swami Sivananda Sarasvati
Jnana adalah pengetahuan luhur nan sejati. Mengetahui Brahman sebagai Diri Sendiri adalah Jnana. Untuk bisa mengatakan, “Aku Brahman, yang suci. Kesadaran yang menyusupi segalanya, yang bukan penikmat, bukan pelaku, saksi bisu,” dibutuhkan Jnana. Memandang Diri Sendiri dimana-mana merupakan refleksi dan hadirnya Jnana.

Ajnana adalah kebodohan, kebutaan atau kegelapan batin. Mengidentifikasikan-diri pada wahana tubuh, mental, enerji-vital dan indria-indnia ilusif ini adalah Ajnana. Berkata, “Akulah pelaku, penikmat, aku seorang Brahrnin, seorang Brahmachari, ini milikku, ia putraku”, adalah Ajnana. Hanya Jnana yang bisa menghancurkan Ajñana, layaknya hanya teranglah yang bisa mengusir gelap.

Brahman, Sang Diri Suprima, bukan pelaku dan perbuatan-perbuatan pun penikmat hasil-hasil perbuatan. Penciptaan, pemeliharaan dan penghancuran semesta tidak disebabkan oleh-Nya. Semua itu disebabkan oleh perbuatan Maya, Penguasa Enerji yang memanifestasikan dirinya sebagai proses semesta, hukum semesta.

Layaknya ruang yang tampak ada tiga jenis - ruang absolut, ruang yang dibatasi oleh sebuah tempayan, dan ruang yang direfleksinya oleh air di dalam sebuah tempayan - demikian pula adanya tiga jenis intelijensia. Ada intelijensia absolut, intelijensia yang direkfleksikan pada Maya, dan intelijensia yang direfleksikan pada Sang Jiva (jiwa pribadi). Pandangan sebagai pelaku merupakan fungsi dan intelijensia sebagai refleksi pada intelek. ini, bersama-sama dengan pandangan Sang Jiva, ditumpangkan oleh kegelapan batin pada Brahman, Sang Saksi Bisu yang suci-murni dan tiada terbatas.

Ilustrasi berupa ruang absolut, ruang yang dibatasi oleh sebuah tempayan, dan ruang yang direfleksikan oleh air di dalam sebuah tempayan diberikan untuk membangkitkan pandangan bahwasanya di dalam kesejatian, hanya Brahman sajalah yang ada. Hanya lantaran Maya, sedemikian rupa. Ia tampak seperti ada tiga. Pendapat bahwa refleksi dan intelijensia adalah nyata, salah adanya; ia disebabkan oleh kegelapn batin. Brahman tanpa batas; keterbatasan hanyalah sebentuk penumpangan terhadap Brahman.

Identifikasi antara Diri Suprima dengan diri refleksi ditegaskan oleh pernyataan ‘Tat Tvam, Asi’ - ‘Engkau adalah Dia’. Manakala pengetahuan akan identiknya keduanya terbit, problema-problema dunia dan ketidaktahuan - berikut segenap carang dan rantingnya - hancur dan semua keragu-raguanpun sirna.

Realisasi - Diri atau persepsi intuitif langsung akan Sang Diri Suprima penting bagi kebebasan dan kesempurnaan. Jnana Yoga atau Jalan Kebijaksanaan ini, betap apun juga, bukanlah bagi kebanyakan orang yang hatinya tidak murni dan inteleknya tidak cukup tajam untuk bisa mengerti dan mempraktekkan ‘jalur tajam pisau cukur’ ini. Makanya, pertama-tama mesti mempraktekkan Karma Yoga dan Upasana (Bhakti), yang akan memurnikan hati dan membuatnya layak untuk menerima Pengetahuan Sèjati.
Brahman dan Maya
Brahman adaah Sat, Yang Absolut, Realitas Sejati. Yang eksis di masa lalu, kini dan mendatang; yang tanpa awal, pertengahan dan tanpa akhir; yang tiada berubah dan terkondisi oleh waktu, ruang dan kausasi apapun; yang eksis selama jaga, mimpi dan tidur-lelap; yang merupakan sifat dan esensi homogen tunggal, yang adalah Sat. ini semua ada pada Brahman. Yang Absolut. Kitab-kitab suci dengan tegas mendeklarasikan “Hanya Sat-lah yang mendahului evolusi dan semesta raya ini.

Fenomena-fenomena semesta ini semu adanya. Isvara menciptakan semesta raya ini melalui Tubuh-Nya, Maya-Nya, tak-ubahnya seekor laba-laba menciptakan jaringnya dan air liurnya. Ini hanyalah penampakan, layaknya seutas tambang yang tampak seperti seekor ular atau induk-mutiara yang tampak seperti perak. Ia tak punya eksistensi independen.

Sulit untuk mengerti bagaimana Yang Tiada Terbatas dari diri-Nya sendiri menjadi yang terbatas. Pesulap bisa mengeluarkan seekor kelinci dari topinya. Kita bisa melihatnya terjadi namun tak bisa menjelaskannya; makanya kita menyebutnya Maya atau ilusi.

Maya merupakan suatu fenomena aneh yang tak bisa dipehitungkan dengan hukum Alam manapun. Ia. tak bisa diungkapkan. Hubungannya dengan Brahman layaknya antara panas dengan api. Panasnya tidaklah sama dengan api dan sekaligus tiada berbeda dengannya.
Apakah Maya benar-benar eksis ataukah tidak? Para Advaitin (penganut filsafat Advaita Vedan ta) memberi jawaban: “Maya yang tiada terduga ini tidak bisa disebut eksis pun tidak-eksis”.
Bila kita mengetahui sifat Brahman semua nama, bentuk serta keterbatasan berguguran. Dunia adalah Maya karena ia bukanlah kebenaran sejati dan Realitas Tiada Terbatas - Brahman. Betapapun juga, dunia (kelihatan) eksis dan keterkaitannya dengan Brahman tak terjelaskan. [Ada juga yang mengatakan bahwa Maya adalah ‘yang bukan’ Brahman. Pikiran manusia hanya bisa mengetahui ‘yang bukan’, atau dengan kata lain, hanya bisa melakukan ‘penyangkalan’, — pen.] Ilusi sirna melalui pencapaian pengetahuan luhur akan Brahman. Para orang-orang suci, para Rishi dan kitab-kitab suci menyatakan bahwa Maya sepenuhnya sirna secepat terbitnya Pengetahuan Diri-Jati.

Dunia ini semu dibandingkan dengan Brahman. Ia merupakan suatu realitas yang solid, hanya bagi manusia duniawi yang penuh kenafsuan. Bagi orang suci yang sudah cerah, ia eksis bagaikan sebuah baju yang terbakar. Bagi seorang Videhamukta (yogi yang telah menanggalkan jasadnya) ia sama sekali tidak eksis. Bagi manusia yang telah terlengkapi dengan Viveka, dunia kehilangan keelokan dan daya-tariknya.

Hanya Brahman sajalah yang benar-benar eksis. Jiwa Pribadi, dunia dan “aku” kecil ini adalah keliru. Naiklah di atas nama-nama dan wujud-wujud dan bunuhlah egoisme. Lampauilah Maya dan musnahkan kegelapan batin. Bermeditasilah secara konstan terhadap Brahrnan Tertinggi, sifat Keilahianmu.

Akan tetapi, tak perlu meninggalkan dunia (ramai) dan masuk hutan lantaran sekarang Anda telah melihat kalau dunia ini semu adanya. Anda akan sepenuhnya hancur bila Anda melakukannya tanpa kualifikasi yang memadai. Pentama-tama mantaplah dalam pengakuan bahwasanya dunia ini semu dan hanya Brahman sajalah yang sejati ini akan membantu Anda mengembangkan ketidakterikatan dan hasrat yang kuat untuk mencapai kebebasan. Tinggallah di dunia, tapi jangan keduniawian! Perjuangkan kebebasan dengan berlatih menerapkan Sadhana Chatushtaya!
Sadhana Chatushtaya.
Jnana Yoga dan Brahma Vidya atau pengetahuan Diri-Jati bukanlah pelajaran yang bisa dimengerti dan direalisasikan melalui pembelajaran intelektual, penalaran, rasiosinasi, melalui diskusi ataupun argumentasi-argumentasi. Ia adalah pengetahuan yang tersulit di antara semua pengetahuan.
Oleh karenanya, seorang siswa yang menyusuri jalan Kesujatian, pertama-tama harus memperlengkapi dirinya dengan Sadhana Cahtushtaya - “empat daya pembebas”. Mereka adalah daya pemilah-milah, ketidak-gemaran atau ketidak-terikatan, enam sekawan sifat-sifat luhur, dan hasrat yang kuat akan kebebasan-Viveka, Vairagya, Shad-Sampat dan Mumukshutva. Hanya sesudahnyalah ia akan bisa melangkah ke depan di jalur ini dengan tegap, tanpa rasa takut. Tak ada kemajuan spiritual sekecil apapun yang dimungkinkan kecuali seseorang telah terberkati dengan keempat kwalifikasi ini.

Keempat daya pembebas ini setua Veda-veda dan dunia ini sendiri. Setiap agama menyodorkannya sebagai resep; sebutannya boleh saja berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun intinya tetap sama karena ia bersifat immaterial. Hanya orang-orang bodoh sajalah yang punya kebiasaan yang tidak diinginkan berupa merisaukan urusan lingual serta mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tak perlu. Jangan pedulikan mereka. Adalah kewajiban Anda untuk makan buah dan bukannya membuang-buang waktu untuk menghitung-hitung daun dan pohonnya. Sekarang cobalah memahami keempat daya pembebas yang esensial ini.

Viveka adalah daya pemilah-milah antara yang sejati dan yang semu, antara yang permanen dan yang impermanen, antara Sang Diri dan bukan-diri. Viveka diturunkan kepada seseorang melalui anugrah Tuhan. Dan anugrah itu sendiri diturunkan hanya sesudah orang itu tak henti-hentinya melaksanakan pelayanan tanpa pamerih di dalam tak terhitung kelahiran, dengan anggapan bahwa ia hanyalah sebuah instrumen di tangan Tuhan, dimana segenap karyanya itu adalah persembahannya kepada Tuhan. Pintu menuju derajat bathiniah yang lebih tinggi terbuka lebar manakala ada kebangkitan daya pemilah-milah ini.

Ada suatu keabadian, prinsip yang tiada berubah ditengah-tengah fenomena yang senantiasa berubah-ubah dan semesta raya dan gerakan-gerakan yang cepat serta pusaran-pusaran dan pikiran ini.

Sang penekun juga harus memisahkan-dirinya dari ‘enam gelombang samudra Samsara’ - kelahiran dan kematian, lapar dan haus, serta kegembiraan dan kesedihan. Kelahiran dan kematian milik tubuh fisikal ini; lapar dan haus adalah milik dari Prana, daya vital; kegembiraan dan kesedihan adalah milik dari duet pikiran-perasaan. Sang Jiva tiada melekat. ‘Keenam gelombang’ itu tak bisa menyentuh Brahman, yang sehalus ether yang menyusupi segalanya.

Guyub dengan para suciwan (satsanga) dan pembelajaran pustaka-pustaka Vedantik akan mencurahkan daya pemilah-milah. Viveka haruslah dikembangkan hingga derajat maksimum. Seseorang mesti mantap betul di dalamnya.

Vairagya adalah ketidak-terikatan pada kesenangan-kesenangan dunia pun surgawi. Vairagya yang lahir dari Viveka tahan selamanya. Ia tidak akan memerosotkan sang penekun. Akan tetapi, Vairagya kepada wanita yang datang sementara saat ia melahirkan atau manakala menghadiri kremasi misalnya, tidaklah banyak gunanya. Pandangan bahwasanya segala sesuatunya di dunia ini semu adanya, juga menyebabkan sikap acuh tak-acuh terhadap kesenangan-kesenangan duniawi dan surgawi. Seseorang mesti kembali lagi ke alam eksitensi ini dan surga, setelah semua buah dan karma baiknya habis. Makanya mereka tak berharga untuk dikejar.

Vairagya tidaklah berarti bahwa seseorang melalaikan kewajiban-kewajiban sosial dan tanggung-jawabnya pada kehidupan ini. Ia tidaklah berarti mengabaikan begitu saja dunia ini, untuk kemudian hidup di sebuah goa sunyi di pegunungan Himalaya. Vairagya adalah pelepasan-mental dari objek-objek duniawi. Seseorang boleh saja tetap tinggal di dunia dan terlibat di dalam semua kewajiban-kewajiban tanpa terikat. Ia bisa saja seorang perumahtangga dan sebuah keluarga besar, sementara pada saat yang bersamaan sempurna pelepasan mentalnya terhadap segala sesuatu. Ia mampu melakoni sadhana spiritual di tengah-tengah aktivitas-aktivitas duniawinya. Ia yang sempurna pelepasan-mentalnya di dunia ini, benar-benar seorang pahlawan. Ia lebih mulia dibanding seorang Sadhu yang hidup di goa Himalaya, sejauh ia setiap saat harus menghadapi tak terhitung banyaknya cobaan di dalam kehidupannya.
Jurus yang ketiga adalah Shad Sampat, ‘enam sekawan kebajikan’. Ia terdiri atas Sama, Dama, Uparati, Titiksha, Sradhha dan Samadhana. Keenam-enamnya disatukan karena secara bersama-sama mereka menghadirkan pengendalian dan disiplin mental, dimana tanpanya konsentrasi dan meditasi tidaklah dimungkinkan.
1. Sama adalah ketenangan dan ketentraman batin yang hadir dengan terkikisnya nafsu-keinginan.
2. Dama adalah pengendalian rasional terhadap indria-indria.
3. Uparati adalah kejemuan; ia berupa berpalingnya batin dan nafsu keinginan terhadap kenikmatan indriawi. Status bathiniah ini datang secara alami manakala seseorang menerapkan Viveka, Vairagya, Sama dan Dama.
4. Titiksha adalah daya tahan mental. Seorang penekun mesti dengan sabar menahan pasangan yang berlawanan, rwabhineda, seperti : panas - dingin, senang-sedih, suka.-duka, dan yang sejenisnya.
5. Sraddha adalah keyakinan yang mendalam akan ajaran-ajaran Sang Guru, akan pustaka-pustaka Vedantik, dan di atas semua itu, akan dirinya sendiri. Namun ini bukanlah keyakinan membuta, melainkan berdasarkan penalaran yang akurat, bukti-bukti otentik dan pengalaman-pengalaman spiritual. Bila demikian adanya ia akan bertahan, sempurna dan tiada tergoyahkan lagi. Keyakinan serupa ini berkemampuan untuk mencapai apapun.
6. Samadhana adalah menambatkan batin hanya pada Brahman atau Sang Diri-Jati, dengan tanpa mengijinkannya Ian memburu objek-objek. Batin bebas dan kegelisahan di tengahtengah pendenitaan-penderitaar idan masalah-masalah. Disini ada stabilitas, keseimbangan mental dan ketidak-acuhan di tengah-tengah kesenangan-kesenangan duniawi. Sang penekun tidak mencintai pun membenci apapun. Ia punya kekuatan di dalam yang besar dan menikmati kedamaian batin yang tiada tergoyahkan, sebagai hasil dari penerapan Sama, Dama, Uparati, Titiksha dan Sradhha. WHD No. 462 Juli 2005.
(BERSAMBUNG)