Sabtu, 16 Juni 2012

Membina Sikap Hidup Adil


Print E-mail


Oleh : I Ketut Wiana
Dharma eva hato hanti
dharmo raksati raksatah
tasmaddharmonahantavyo
mànodharmohato’vadhit,
(Manawa Dharmasastra,VIII,15).
Maksudnya:
Siapapun yang melanggar kebenaran dan keadilan (Dharma) akan hancur. Siapapun yang menegakkan dan melindungi kebenaran dan keadilan akan dilindungi pula oleh kebenaran dan keadilan tersebut. Karena itu, kebenaran dan keadilan (Dharma) jangan dilanggar. Yang melanggar kebenaran dan keadilan akan hancur sendiri.
DALAM memandang dan mendudukkan suatu persoalan, sering orang tidak bersikap adil dan benar. Hal itu sering menimbulkan sikap saling menyalahkan. Hal itu tidak akan dapat memecahkan persoalan bahkan dapat menimbulkan persoalan baru, sedangkan persoalan lama belum juga dapat dipecahkan.
Di Bali ada kearifan lokal dalam bentuk mutiara kata berbahasa Bali yang disebut “jele melah wenang sambat, ada tuara”. Mutiara kata dalam susastra Bali lisan ini menuntun orang bersikap objektif melihat setiap persoalan. Salah satu wujud sikap objektif itu adalah melihat secara seimbang kenyataan yang baik, benar dan wajar dengan kenyataan yang buruk, salah dan tidak wajar. Sikap hidup yang tidak benar dan adil adalah sikap hidup membesar-besarkan kesalahan dan mengecil-ngecilkan kebenaran menurut kepentingan yang sempit. Sikap yang benar dan adil itu adalah sikap yang dengan kecerdasan ilmu pengetahuan menganalisa setiap kenyataan serta mencari solusi yang adil. Berbuat salah dan benar hal itu sangat manusiawi.
Di sinilah kata-kata bijak yang disebut “ada tuara wenang sambat”. Maksudnya, katakanlah apa adanya. Setelah apa adanya diketahui, tentukan sikap untuk memahami lebih dalam mengapa terjadi suatu kesalahan dan mengapa pula bisa terjadi sesuatu yang baik dan benar itu dapat dilakukan. Langkah berikutnya adalah bagaimana mendudukkan kenyataan itu dengan tepat. Kesalahan apa lagi sampai tergolong kejahatan tentunya harus diambil tindakan. Apa tindakan hukum atau non-yuridis tetapi tetap edukatif untuk mengarah agar jangan sampai hal yang tidak baik itu terulang lagi.
Pun sebaliknya, perbuatan baik dan benar wajar diberikan apresiasi positif dan jangan dilebih-lebihkan. Kalau sikap adil itu dapat diwujudkan, mereka yang salah dan hakim yang memvonis kesalahan terpidana itu sama-sama menjadi suci dan masuk sorga seperti anak baru lahir setelah menjalankan vonis yang adil itu. Hal ini dinyatakan dalam Manawa Dharmasastra VIII, 318.
Salah, benar dan baik buruk selalu terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam dinamika politik, ekonomi dan sosial budaya yang dinamikanya kadang-kadang amat fluktuatif. Perilaku salah, benar, baik, buruk, wajar tak wajar itu akan selalu terjadi. Dalam kondisi yang dinamis itu sikap benar dan adil amat dibutuhkan. Adil adalah memberikan orang sesuai dengan haknya. Hak itu muncul dari kewajiban. Ini artinya bersikaplah yang tepat pada setiap ada sesuatu yang dianggap salah atau benar. Ambil contoh dinamika politik saat ini. Ketidakpuasan itu haruslah didudukkan sesuai dengan norma yang berlaku. Juga dalam menghadapi dinamika ekonomi yang amat fluktuatif. Harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat sering mengalami goncangan. Lalu, janganlah setiap ada goncangan kita habiskan waktu untuk saling menyalahkan.
Setiap orang yang duduk di lembaga politik, birokrasi pemerintah maupun dalam bisnis semuanya adalah manusia biasa yang selalu ada lebih dan kurangnya. Marilah jadikan milik bersama setiap kelebihan dan kekurangan itu untuk disikapi secara adil dan proporsional. Setiap langkah manusia di dunia ini ada latar belakangnya dan itu tidak sama adanya pada setiap orang. Sikap adil adalah memperlakukan orang dengan menjadikan latar belakang itu sebagai salah satu pertimbangan.
Setiap perilaku yang dilakukan manusia sebagai apapun. Ia amat tergantung pada latar belakang orang itu. Latar belakang itu menyangkut berbagai aspek kehidupan seseorang menyangkut pendidikannya, lingkungan sosialnya, agama yang dianutnya, kehidupan ekonominya, sifatnya, bakat dan wataknya. Dengan mempertimbangkan latar belakang kehidupan seseorang, sikap adil pada setiap perilaku seseorang sebagai apapun dia akan bisa diwujudkan. Dengan sikap adil itu diharapkan langkah-langkah yang destruktif dapat dihindari dalam menyelesaikan setiap persoalan. Balipost Minggu – 4 Mei 2009.