Minggu, 18 November 2012

HINDU, Agama Yang Datang Dari Tuhan


Sebagai seorang yang beragama Hindu, kita seringkali dilecehkan oleh sekelompok orang-orang yang beragama Simintik atau Abrahamik dengan mengatakan bahwa Hindu adalah agama buatan manusia, agama bumi, agama budaya yang sudah pasti beda kelas dengan agama mereka yang diklaim sebagai agama wahyu dari Tuhan. Apa iya seperti itu ? tidakkah justru sebaliknya yaitu agama merekalah sebenarnya agama buatan manusia, yaitu manusia yang lebih dulu belajar (mempelajari ajaran agama/kepercayaan orang lain) atau mungkin mereka adalah manusia yang membawa suatu ajaran yang berasal entah dari mana dan bersifat eksternal dan menanamkan doktrin untuk memperkuat posisinya sebagai seorang kepala suku yang sudah pasti mencerminkan egoism seorang manusia. Coba saja amati prilaku-prilaku orang-orang yang paling Abrahamik/paling Simintik itu, ya nggak?
Bagi umat yang jadi kurang Pede dengan Hindu, setelah mendapat serangan para pendakwah/misionaris, mari coba simak dan renungkan dan tanamkan dalam hati kita bahwa Hindu-lah Agama Wahyu yang datang dari Tuhan !
Bagaimana kita bisa yakin bahwa ajaran Hindu yang bersumber dari Veda ini sungguh-sungguh berasal dari Tuhan ?

Pertama, tidak ada yang bisa membuktikan kapan Veda bermula/ditemukan. Veda itu sanatana, kekal abadi, anadi dan ananta, tiada awal dan akhirnya, karena Veda merupakan sabda brahma yang memancar (nigama) langsung dari Tuhan Yang Maha Esa, yang juga adalah sanatana, anadi dan ananta.
Sedangkan nama dan kata modern Hinduisme atau agama Hindu, merupakan istilah yang baru saja dikembangkan pemakaiannya kira-kira 700 tahun yang lalu oleh penjajah Muslim di India. Ada sebuah sungai yang disebut shindu, yang salah disebut oleh para penjajah ini sebagai Hindu. Semua orang yang tinggal diseberang sungai itu, tak peduli apapun keyakinannya, disebut oleh mereka orang-orang Hindu. Ajaran-ajaran suci dan nilai-nilai yang dianut oleh orang-orang Hindu ini secara mudah juga mereka sebut agama Hindu, untuk membedakannya dari keyakinan yang mereka anut. Sehingga tentu saja salah apabila kita menyimpulkan bahwa ada kemungkinan kita dapat melacak sejarah awal agama kuno India berdasarkan penggunaan kata ini dalam sejarah. Kita harus mengetahui bahwa dalam kitab-kitab suci Hindu yang purba ini tak dapat ditemukan satu kata Hindu-pun. Namun kita menemukan kata Sanatana Dharma (dharma yang kekal), Vaidika-Dharma (Dharma dari Veda), Bhagavata-Dharma (Dharma yang berasal dari Tuhan), dan sebagainya.
Kedua, Veda merupakan apauruseya, tidak berasal dari makhluk fana. Tidak satu agama pun yang bisa mengatakan ajaran atau kitab sucinya apuruseya, semua agama lain terbukti memiliki nabi yang mengawali berdirinya agama itu.
Dari aspek sejarah, Hindu Dharma tidak memiliki satu pendiri seperti agama-agama lain. Pustaka-pustaka suci kuno India (Veda) menyatakan bahwa Dharma ini sesungguhnya didirikan atau berasal langsung dari Tuhan sendiri (Dharman tu saksad bhagavad pranitam). Dari sudut pandang kitab suci, Agama atau Dharma ini termanifestasi bersamaan dengan setiap kali penciptaan oleh kehendak Tuhan. Setelah penciptaan siklik dari alam semesta yang menjadi tempat kita hidup saat ini, Tuhan Tertinggi yang disebut sebagai Narayana dalam Veda, mengajarkan Dharma kepada Brahma, insane pertama di alam semesta. Brahma kemudian mengajarkan kembali kepada putra-putranya, salah satunya adalah Narada, yang kemudian menyampaikannya lagi kepada Vyasa Mahamuni. Dengan cara inilah dharma yang purba ini diturunkan melalui sebuah rangkaian garis perguruan yang bermula langsung dari Tuhan melalui jutaan tahun yang tak terhitung lamanya.
Dalam sejarah Veda, ada tak terhitung banyaknya orang-orang suci yang datang dan menyebarluaskan ajaran-ajaran rohani yang terkandung dalam Pustaka Suci Veda, tetapi tak satupun dapat disebut sebagai pendiri agama. Masing-masing adalah murid (sishya) dari seorang guru dan masing-masing juga menyampaikan pengetahuan yang sama sebagaimana diajarkan oleh gurunya terdahulu. Inilah system Veda, tidak ada pendiri, karena setiap orang pertama-tama dan utamanya adalah seorang murid. Dharma tidak bisa dibuat manusia, diawali oleh manusia, atau bahkan oleh makhluk-makhluk lain yang lebih dari manusia. Dharma dijelaskan sebagai ajaran dan petunjuk langsung dari Tuhan, “dharmantu saksad bhagavad pranitam.” Dharma ini tidak bermula dari makhluk fana apapun (apauruseya).
Dengan demikian agama yang bersumber dari Veda ini dikenal sebagai Sanatana Dharma, atau agama yang kekal, karena ia melampaui segala konsep ruang dan waktu buatan manusia. Kita tidak boleh bingung antara Sanatan Dharma dengan keyakinan agama lain yang bersifat sakterian, karena Sanatana Dharma ini sungguh-sungguh merupakan fungsi yang asli dari sang jivatma, sebagaimana sifat cair tidaklah dapat dipisahkan dari air.
Ketiga,
hanya dalam Veda Tuhan sendiri berjanji untuk menjaga dharma ini secara langsung. Beliau sendiri bersedia menyisihkan keagungan-Nya (paratva) untuk turun ke dunia menyelamatkan Veda Dharma. Beliau sungguh-sungguh menunjukkan betapa besar kasih sayang-Nya (vatsalyatva) bagi pengikut Veda. Untuk mereka Beliau menyediakan Diri-Nya untuk mudah didekati (saulabhya) dan dapat bekerjasama dengan mereka menjaga dharma (susilya).
Dalam agama lain, ajaran seperti ini tidak ada secara logika (anumana) kita bisa menyimpulkan bahwa Tuhan yang dipuja disana bukanlah Tuhan Sejati, karena tuhan itu tidak mampu turun ke dunia. Apapun alasannya apabila ada yang tidak bisa dilakukan oleh suatu Ada/Being (vastu), maka pastilah itu bukan Tuhan. Bagaimana mungkin ada Tuhan yang tidak mampu melakukan sesuatu? Kemudian andaikata yang dipuja itu adalah Tuhan Sejati yang disebutkan juga dalam Veda, maka Tuhan menganggap selain Veddharma tidak pantas atau tidak cukup layak mendapatkan perhatian yang besar. Buktinya Beliau tidak bersedia secara langsung turun ke dunia menjaga dharma non vedik itu.
Dharma Tidak Pernah Ketinggalan Jaman.
Dharma ini senantiasa segar dan abadi. Artinya dia tidak pernah ketinggalan jaman dan ada untuk selamanya. Dijelaskan dalam sastra suci Veda bahwa kapanpun dharma ini melemah atau bahkan lenyap, maka Tuhan sendiri akan turun membangunnya kembali. Salah satunya adalah ketika Beliau turun sebagai Sri Krishna (5000 tahun yang lalu. Beliau menegakkan kembali dharma dengan memusnahkan berbagai kekuatan jahat dan menyabdakan kembali Bhagavad Gita ditengah medan perang Kurusetra.
“Yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata abhyutthanam adharmasya tadatmanam srijamy aham”, Kapanpun prinsip-prinsip dharma mengalami kemunduran dan adharma merajalela, pada saat itu Aku sendiri turun untuk menegakkannya kembali (Bhagavad Gita 4.7)
Hanya dari tiga kenyataan ini saja kita sudah mampu melihat bahwa Vedadharma ini memang sungguh-sungguh berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Sebenarnya lebih mudah membuktikan keabsahan Veda dibandingkan ajaran-ajaran agama bernabi. Siapa bisa menjamin kalau manusia-manusia yang disebut nabi, yang lahir tidak lebih dari beberapa ribu tahun yang lalu itu, memang benar menerima wahyu dari Tuhan ? mereka hanya membawa suatu ajaran yang berasal entah dari mana dan bersifat eksternal (external unknown source).
Mereka memaksa suatu masyarakat berubah dibawah ancaman dan hukuman. Berbeda dengan para Maharishi Veda. Para Maharishi menyatakan bahwa mereka hanyalah menyampaikan dharma yang kekal, dharma yang terkandung dalam diri sejati kita. Mereka hanyalah berusaha menghembalikan apa yang sesungguhnya memang milik kita, menyatu dengan jati diri kita yang asli.
Para Mahasishi tidak datang untuk sekedar menyuruh kita tunduk kepada Tuhan dan diri mereka sebagai utusan-Nya (seperti dalam agama bernabi).
Para Maharishi hanya menyatakan diri sebagai orang yang lebih dulu menginsafi Brahman Tertinggi, kemudian mengajak kita untuk turut mengalami sendiri potensi tak terbatas kita dalam berhubungan dengan Brahman.
Ajarannya merupakan cara kita melatih diri menginsafi dharma sejati kita. Inilah yang menjadi dasar ajaran rohani yang kini disebut Hindu.